GUS KELIK: Semerbak Aroma Sang Pecinta Sholawat

Bagai bunga yang aromanya semerbak harum, jika sudah mekar merekah, memberikan madunya pada lebah, ia mulai layu bahkan mati. Begitulah perumpaan untuk sosok sederhana yang telah memberikan manfaat luar biasa bagi masyarakat. Selasa, 2 Agustus 2016 pukul 22:10 WIB, sosok itu telah wafat bertemu dengan RabbNya di Surga. Wafatnya putra ke 5 KH Ali Maksum dan Nyai Hasyimah menyisakan duka mendalam bagi keluarga, jamaah sholawat bil Musthofa, dan umat Islam pada umumnya. “Gus Kelik” begitulah sapaan akrab masyarakat bagi beliau. Kecintaannya pada sholawat dan silaturahmi, membuat masyarakat Krapyak mengenalnya tanpa ada sekat. Kebiasaan-kebiasaan Gus Kelik yang tidak biasa dilakukan oleh masyarakat, memberikan kesan khusus bagi mereka yang pernah bertemu dengannya. Sosok Gus Kelik yang disiplin, optimis, dan suka menjadi pemimpin memberi nilai keteladanan tersendiri bagi para jamaah bil Musthofa khususnya. Tidak ada yang menyangka bahwa Gus Kelik akan pergi secepat ini, pada usia yang ke 59 tahun dan meninggalkan seorang isteri. Layaknya seorang isteri, Bu Nyai Fauziah merasa sedih bahkan seakan-akan lumpuh ketika ditinggal Gus Kelik. Namun subhanallah, Bu Nyai Fauziah merupakan isteri yang kuat, beliau tidak larut dalam kesedihan. Kepergian Gus Kelik mampu memberi kekuatan besar untuk Isterinya agar tetap kuat bertahan, untuk tetap melanjutkan perjuangannya dalam syiar Sholawat bersama jamaah bil Musthofa.
Gus Kelik Kecil: Keanehan dengan Syarat Makna Sudah bukan rahasia lagi jika Muhammad Rifki Ali terlahir dari kalangan keluarga Islam taat. Rifki Ali merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara, dan merupakan anak laki-laki terakhir dari tiga anak laki-laki Mbah Ali Maksum. Gus Kelik merupakan laqob dari Muhammad Rifki Ali yang merupakan anak laki-laki paling kecil dari keluarga Ali Maksum. Begitulah saudara-saudara Gus Kelik menyapanya. Gus Kelik lahir sekitar tahun1960 dari pasangan Bu Nyai Hasyimah dan Mbah Ali Maksum. Sedari kecil perkembangan psikologi Gus Kelik memang terlihat berbeda dari saudara-saudara lainnya, hal ini terlihat hingga menginjak umur sekitar lima tahun, Gus Kelik belum mampu untuk berbicara dan berjalan. Beberapa kata keluar dari mulut Gus Kelik dengan susunan acak yang sulit dipahami. Gus Kelik juga hanya mampu berlari dengan melompat dan sulit untuk dikendalikan. Tidak banyak orang yang mampu berkomunikasi baik dengan beliau, bahkan menyapanya pun jarang diindahkan olehnya. Gus Kelik lebih fokus dengan aktivitasnya tanpa menghiraukan sekitarnya. Keadaan Gus Kelik dengan kebutuhan khususnya tidak menjadikan pasangan Kyai Ali Maksum dan Nyai Hasyimah putus asa. Suatu hari Kyai Ali Maksum mengajak Gus Kelik sowan ke Kyai Hamid Pasuruan teman seperjuangannya ketika nyantri di Pondok Pesantren Tremas dahulu. Maksud Mbah Ali Maksum adalah meminta doa dari Kyai Hamid untuk perkembangan anaknya yang berkebutuhan khusus. Kyai Hamid menjawab bahwa Gus Kelik baik-baik saja bahkan mencium tangan Gus Kelik. Kejadian itu mebuat Mbah Ali Maksum semakin yakin bahwa putranya itu baik-baik saja. Segala ikhtiar dilakukan oleh Mbah Ali Maksum dan Nyai Hasyimah demi perkembangan putra kesayanganya. Salah satu ikhtiar yang dilakukan yaitu dengan memanggilkan beberapa guru private untuk mengajari Gus Kelik bicara, baca tulis arab maupun latin. Selain belajar private, Gus Kelik beberapa kali mengikuti kajian sorogan yang dipimpin oleh ayahnya Mbah Ali Maksum. Namun dengan kondisi Gus Kelik yang labil, tidak pernah sekalipun membuat Mbah Ali Maksum marah terhadapnya, justru beliau selalu membesarkan hati putra kesayangannya itu. Mbah Ali Maksum juga tidak pernah menolak keinginan putra kesayangannya itu. Ketika belajar di Tsanawiyah, Gus Kelik sesuka hati untuk masuk kelas manapun dan belajar apapun. Terkadang kemarin masuk kelas i’dad, besok masuk kelas wustho, tapi lusa masuk i’dad lagi. Beruntung saja Gus Kelik hidup di lingkungan pesantren, sehingga dengan kondisi apa pun tetap dihormati oleh santri-santri nya sebagai bentuk hurmat dan keta’dhiman kepada Kyainya.
Foto bersama Bu Ida, adik kandung Gus Kelik, sumber: pribadi
Gus Kelik Dewasa : Keterbatasan dengan Sejuta Keistimewaan Gus Kelik kecil terus bermetamorfosis menjadi Gus Kelik dewasa. Kebiasaan Gus Kelik semakin membuat orang bertanya-tanya jika tidak mengenal sosoknya sedari kecil. Gus Kelik dewasa mulai menunjukan keistimewaan-keistimewaan yang tidak biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Karena kebiasaan yang istimewa tersebut, Mbah Ali Maksum merasa bahwa Gus Kelik memerlukan orang untuk menemaninya disetiap aktivitasnya. Akhirnya Mbah Ali Maksum mengutus dua orang kepercayaannya untuk menemani Gus Kelik, yaitu Fadholi dan Munawwir. Fadholi diberi tugas untuk selalu menemani dan mengarahkan seluruh kegiatan Gus Kelik, sedangkan Munawwir diberi tugas untuk menemani dan melayani semua keinginan Gus Kelik. Munawwir juga diberi tugas khusus dari Bu Nyai Hasyimah untuk mengajari Gus kelik membaca tulisan Arab yang dirangkai. Selain mengajari membaca AL-Qur’an, Munawwir juga mengajari Gus Kelik membaca Diba’i. Dari sinilah Gus Kelik yang saat itu berumur sekitar 20 tahun mulai mencintai Sholawat diba’i. Meskipun pembacaan tulisan arabnya belum begitu lancar, Gus Kelik memulai keistiqomahannya untuk membaca diba’i setiap malam jum’at bersama para anggota dapur dalem. Kegiatan dibai’ah ini dimulai semenjak Mbah Ali Maksum masih sugeng. Dari sini lah Mbah Ali Maksum mulai memahami bahwa putranya adalah pecinta sholawat. Dari kegiatan diba’i inilah sosok Gus Kelik mulai menunjukan kepemimpinannya dalam memimpin sholawat diba’i. Berapapun anggota dapur yang ada, setiap malam jum’at selalu diajak sholawatan. Berbeda dengan Munawwir, Fadholi lebih sering menemani Gus Kelik jalan-jalan. Selain mencintai sholawat, Gus Kelik juga suka untuk jalan-jalan. Setiap kali Fadholi diajak jalan-jalan, Gus Kelik tidak pernah mau dibonceng. Gus Kelik selalu menjadi kompas ketika jalan-jalan, sehingga sulit untuk dikendalikan. Mulai dari warung-warung kecil, masyarakat-masyarakat berstatus sosial rendah maupun tinggi, sampai biaskop pernah disinggahi oleh Gus Kelik. Jalan-jalan yang dilakukan oleh Gus Kelik bukanlah sekedar jalan-jalan biasa, namun merupakan wujud kecintaain beliau dalam bersilaturrahmi dan suka mendoakan orang lain. Suatu hari tiba-tiba Gus Kelik menyambangi sebuah rumah disekitar Marlboro. Pada saat itu di dalam rumah hanya ada seorang ibu, karena suaminya sedang di luar rumah. Karena kedatangan Gus Kelik, si Ibu menelepon suaminya untuk pulang ke rumah. Setelah silaturrahmi agak lama, Gus Kelik pamit pulang. Ternyata pasangan suami isteri tersebut sedang bertengkar sehingga si suami pergi dari rumah. Berkat Gus Kelik singgah di rumahnya, si suami pulang ke rumah dan mereka rujuk kembali.
Wasiat Mbah Ali Maksum Suatu hari Gus Kelik bersama dengan Fadholi dan Munawwir jalan-jalan ke daerah Batang tempat tinggal Munawwir. Sepulang dari Batang Gus Kelik cerita kepada Mbah Ali Maksum bahwa dia disuruh mengimami sholat. “Pak, Aku mau neng kono dikon ngimami sholat” ucap Gus Kelik. “Woooo wes pintere saiki yooo” jawab Mbah Ali Maksum dengan mengelus-ngelus kepala Gus Kelik membesarkan hatinya. Usai percakapan singkat tersebut, Mbah Ali Maksum memanggil Munawwir dan Fadholi untuk menanyakan kebenaran bahwa Gus Kelik disuruh ngimami sholat. “Wir,, opo bener Kelik tekok gonamu?” tanya Mbah Ali Maksum “Njeh leres yai..” jawab Munawwir “Bener Kelik dikon ngimami sholat?” tanya Mbah Ali Maksum lagi. Kemudian Munawwir diam bimbang menanggapi pertanyaan Mbah Ali Maksum tersebut, hal ini karena dia tidak menyaksikan Gus Kelik menjadi Imam Sholat. Selanjutnya Mbah Ali Maksum menyampaikan beberapa hal mengenai Gus Kelik. “Ngerti o wir, seng jenengi Kelik kuwi wong seng ora keno khitob,ghoiru mukallaf, Kelik ki ora ngerti syareat, sesok neng ngendi-ngendi ojo didadeke imam. Neng aku pesen: mongen Kelik, ojo pisan-pisan Kelik iku ditafsiri seng werno-werno, ojo pisan-pisan gawe gelake atine kelik, lan dungake kelik dadi ahli surga.” Pesan ini lah yang selalu disampaikan Mbah Ali Maksum ketika sedang mengisi pengajian. Semenjak itulah Fadholi dan Munawwir semakin yakin untuk menjaga dan meladeni Gus Kelik. Menahan rasa tidak percaya atas aktivitas-aktivitas Gus Kelik yang tidak biasa dilakukan oleh manusia umumnya, melatih kesabaran dalam meladeni Gus Kelik yang permintaannya kadang sulit dimengerti.
Pesan terakhir Bu Nyai Hasyimah Salah satu kebiasaan Gus Kelik adalah suka bercanda, apapun tidak pernah serius. Salah satu candaan Gus Kelik yaitu ketika ada santri putri lewat di depannya, beliau suka bercanda “aku seneng kowe, tak rabi o”. Pertanyaan candaan itu berkali-kali terlontar kepada santri putri yang lewat di depannya, hingga suatu hari terdengar oleh Bu Nyai Hasyimah. Bu Nyai Hasyimah yang pada saat itu sudah sepuh tidak bisa terus menerus memantau perkembangan Gus Kelik, melalui Fadholi dan Munawwir lah beliau mengerti perkembangan putra kesayangannya itu. Suatu ketika saat Bu Nyai Hasyimah sedang duduk santai bersama Munawwir dan Fadholi, beliau menanyakan perihal siapa yang disukai Kelik. “Saiki sopo seng disenengi Kelik?” Tanya Bu Nyai Hasyimah “Ngapunten e, Gus Kelik tasih gonta-ganti, menawi enjang seneng B, menawi sonten seneng C. La kersanipun dos pundi bu?” Jawab Fadholi “Yo mengko angger ono, meh tak rabike” jawab Bu Nyai Hasyimah “Oh geh mangke menawi enten ngendikan Gus Kelik boten pindah-pindah kulo aturaken.”Jawab Fadholi. Dari percakapan tersebut, siapa sangka bahwa ternyata itu adalah pesan terakhir Bu Nyai Hasyimah terhadap Gus Kelik. Pesan tersebut lantas disampaikan Fadholi kepada keluarga Mbah Ali Maksum, dan direspon positif oleh Pak Attabik sebagai kakak tertua dari Gus Kelik. Semenjak itu Fadholi diberi tugas baru untuk meyakinkan apakah Gus Kelik benar-benar mau menikah, sedangkan tugas keluarga yang lain adalah mencarikan isteri untuk Gus Kelik. Fadholi terus berusaha meyakinkan Gus Kelik apakah ingin dinikahkan atau tidak. Hingga akhirnya Gus kelik benar-benar ingin dinikahkan dengan seorang putri anak dari santrinya Mbah Ali Maksum yang bernama Suadi. Dengan rasa optimis Gus Kelik langsung menelepon Pak Suadi agar menikahkan putrinya dengannya. “Su, Suadi anakmu go aku yo?” telpon Gus Kelik kepada Suadi. Semenjak perbincangan mengenai pernikahan itu, Gus Kelik mengalami peningkatan. Gus Kelik yang awalnya sangat benci dengan kebersihan diri khususnya sikat gigi, tidak pernah menggunakan wewangian, dan tidak pernah mencukur rambutnya, tiba-tiba selama selang waktu satu bulan Gus kelik mau untuk membersihkan giginya, mencukur rambutnya, serta rajin mandi.
Bu Fauziah: Wanita Luar Biasa Pernikahan merupakan impian dari setiap anak manusia. Memiliki pasangan yang sempurna meskipun tidak ada manusia yang sempurna juga harapan dari setiap manusia. Begitulah yang diimpikan oleh perempuan pada umumnya termasuk Bu Nyai Fauziah. Namun bagi beliau nilai takdhim birrul walidain itu lebih penting dari sebuah kesempurnaan seorang pasangan. Pak Suadi Ayah dari Bu Fauziah merupakan santri dari Mbah Ali Maksum sehingga ketika Gus Kelik ingin menikahi putrinya, Pak Suadi hanya berharap ngalap berkah dari Mbah Ali Maksum gurunya. Begitu pula Bu Fauziah yang berusaha menganggap kejadian ini sebagai bentuk birrul walidain kepada ayahnya. Jawaban yakin Bu Fauziah ketika menerima sosok Gus Kelik membuat keluarga Gus Kelik takjub. Bagaimana tidak, Bu Fauziah yang pada saat itu masih muda berumur 21 tahun menerima Gus Kelik yang usianya sudah 50 tahun dengan kondisi psikologi yang tidak seperti pada umumnya. Sebelum pernikahan Gus Kelik dan Bu Fauziah berlangsung, Bu Fauziah benar-benar dikuatkan oleh keluarga Gus kelik apakah kuat dan yakin menerima Gus Kelik dengan segala kondisi psikologinya. Namun jawaban yang luar biasa keluar dari sosok Bu Fauizah dengan yakin, “‘Jika aku tidak kuat, maka Alloh lah yang akan menguatkanku”, dan semua pertanyaan yang melemahkan diputarbalikan oleh beliau sehingga memantapkan keluarga Gus Kelik bahwa Bu Fauziah adalah sosok perempuan yang kuat dan tepat untuk Gus Kelik. Setelah semua keluarga yakin dan siap, maka pernikahan segera dilaksanakan. Hal ini dilakukan secara cepat karena dikhawatirkan keinginan menikah Gus Kelik akan berubah. Akhirnya pernikahan pun berlangsung dengan khidmat dan hanya dengan lafadz akad Qobiltu yang diucapkan Gus Kelik sudah dianggap sah oleh para saksi. Semua tamu undangan yang hadir pada pernikahan itu merasa haru dan bahagia.
Pernikahan Gus Kelik, sumber : internet
Ketawadhuan Gus Kelik kepada Istri
Gus Kelik adalah sosok yang sangat hormat, dan sayang kepada isterinya. Sebelum pernikahan berlangsung, sebuah kamar dengan kamar mandi dalam disertai dengan fasilitas-fasilitas yang baru disiapkan khusus untuk isterinya tercinta. Bahkan sebelum ijab qobul terjadi Gus Kelik tidak berani untuk menyentuh kamar tersebut. Tatanan rumah selalu rapi demi menyambut kedatangan Isterinya. Wujud ketawadhuan Gus Kelik kepada isteri salah satunya yaitu tidak pernah marah. Jika ada aktivitas Bu Nyai Fauziah yang tidak disukai beliau, beliau tidak pernah marah, namun beliau hanya diam dan mata beliau memerah. Pernah suatu ketika Bu Nyai Fauziah ingin meminjam kamera DLSR milik Gus Kelik untuk foto bersama teman-temannya. Kemudian Gus Kelik mengizinkan asalkan memorinya diganti, hal ini karena memori Gus Kelik penuh dengan foto-foto jamaahnya. Namun Bu Fauziah bersikeras tidak mau membeli memori baru karena hanya memakai untuk beberapa kali “jepret” saja. Setelah itu Gus Kelik diam dan matanya memerah seakan-akan habis menangis. Namun setelah itu Gus Kelik melakukan candaan seperti biasa. Gus Kelik juga selalu menuruti permintaan isterinya. Gus Kelik adalah sosok yang sulit diatur pola makannya dan sangat tidak suka sayuran. Namun setelah menikah dengan Bu Fauziah, Gus Kelik mau makan sayuran masakan Bu Fauziah jika di rumah, meskipun ketika di luar rumah Gus Kelik suka jajanan warung.
Gus Kelik dan Jamaah Bil Musthofa Gus Kelik adalah sosok yang memasyarakat, mengenal masyarakat tanpa sekat. Masyarakat dengan strata sosial tinggi pun ketika bersama Gus Kelik spontan melupakan siapa dia. Di mata Gus Kelik semuanya sama. Orang-orang yang tergabung dalam jamaah bil Musthofa adalah mereka yang beberapa merasa terpanggil untuk bersholawat, dan beberapa dari mereka karena memiliki kisah istimewa bersama Gus Kelik. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengenal Gus Kelik, namun tidak tahu jika Gus Kelik adalah putra dari Mbah Ali Maksum. Sejarah Bil Musthofa bermula dari kecintaan gus Kelik dengan sholawat. Jamaah bil Musthofa yang mula-mula hanya terdiri dari anggota dapur ndalem, semenjak sekitar tahun 2000-an jamaah tidak hanya sekadar santri melainkan jamaah dari luar, masyarakat sekitar. Jumlah jamaah bil Musthofa bisa mencapai 400 orang, dan sebagian besar dari mereka mengenal Gus Kelik dan tidak mengenal Mbah Ali Maksum. Sehingga bisa dipastikan mereka benar-benar jamaahnya Gus Kelilk. Rutinan sholawatan bil Musthofa dilakukan setiap hari malam Kamis tiap minggunya. Gus Kelik adalah sosok yang mandiri, hal ini terlihat setiap pelaksanaan rutinan sholawat tiap Malam Kamis, beliau lah yang menyiapkan segala sesuatunya sendiri. Gus Kelik tidak membutuhkan second hand, mulai dari belanja beras, minyak, telur, menyewa tenda itu beliau lakukan sendiri. Meskipun dalam lapangan seperti pemasangan tenda, dan konsumsi jamaah dibantu oleh santrinya. Gus Kelik juga merupakan sosok yang berambisi, artinya jika masyarakat bisa berwisata, beliau juga harus berwisata yaitu wisata religi. Wisata religi ini dilakukan Gus Kelik rutin setiap tahun bersama jama’ahnya. Hal yang membedakan Gus kelik dengan masyarakat umumnya yaitu dalam melaksanakan wisata religi Gus Kelik tidak mematok harga maupun iuran peserta. Mereka dibebaskan membayar sesuai kemampuan mereka bahkan ada yang tidak membayar sama sekali.
Hal yang sangat menginspirasi dari sosok Gus Kelik yaitu, seorang Gus Kelik dengan kapasitas beliau yang ghoiru mukallaf, ibadah yang syariat pun tidak bisa dilakukannya dengan sempurna, namun beliau masih bisa berbuat baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Beliau dengan keoptimisan, dan kemendiriannya mengalahkan kemampuan masyarakat pada umumnya. Dengan sikap Gus Kelik yang demikian, tidak ada satu pun masyarakat yang membencinya, bahkan masyarakat berharap bisa dekat dan disambangi oleh Gus Kelik. Disisi lain meskipun secara keilmuan beliau tidak memiliki sanad yang pasti, tapi masyarakat tetap meyakini bahwa beliau kekasih Allah.
Detik-detik Senyum Terakhir Gus Kelik Kecintaan Gus Kelik pada silaturrahmi sudah tidak diragukan lagi. Seperti halnya kegiatan rutin pada tiap bulan Ramadhan, Gus Kelik selalu mengajak jamaahnya untuk buka bersama secara keliling. Selama 30 hari full Gus Kelik dan berkeliling dari rumah ke rumah bahkan antarkota untuk sekedar buka bersama bersama para jamaahnya dan tidak tanggung-tanggung membawa rombongan sampai 10 mobil. Kegiatan ini tentu saja memberi dampak positif yang sangat besar bagi para jamaah khususnya yaitu merekatkan kekeluargaan antarjamaah. Keluarga Gus Kelik sendiri sebenarnya senang dengan adanya rutinan seperti itu karena Gus Kelik bisa lebih akrab dengan jamaahnya, namun disisi lain keluarga Gus Kelik, khuususnya isterinya tentu sangat khawatir dengan kesehatan beliau. Terlebih lagi tidak ada yang bisa mengarahkan Gus Kelik terkait dengan aturan makanan yang menjadi pantangan beliau kecuali sang istri. Hal itu tentu menjadi kekhawatiran tersendiri bagi keluarga, karena Gus Kelik memiliki penyakit gula dan ginjal. Akibat dari pola makan Gus Kelik yang tidak teratur selama bulan Ramadhan, bulan Syawal Gus Kelik masuk rumah sakit karena ginjalnya kumat. Sebagai seorang isteri tentu sangat sedih karena di hari bahagia yang masih dalam suasana lebaran Gus Kelik harus opname di rumah sakit. Sebab sakit ginjal yang didertita Gus Kelik, volume air minun yang diminum Gus Kelik itu dibatasi. Selama di rumah sakit, sang isteri harus standby bersama Gus Kelik, karena hanya beliau lah yang bisa mengatur dan mengarahkan Gus Kelik. Suatu hari karena Gus Kelik sangat ingin minum air lebih karena merasa haus, lalu beliau meminta isterinya untuk tidur di rumah saja, sedangkan beliau bersama santrinya. Hal ini dijadikan alasan karena jika tidak ada isterinya maka Gus Kelik bisa minum air lebih. Kemudian isteri Gus Kelik mengikuti perintah Gus Kelik untuk pulang, namun Isteri Gus Kelik hanya bersembunyi di luar ruangan dan tidur di luar ruangan. Ternyata Gus Kelik mengetahui isterinya yang tidur di luar ruangan, kemudian memerintah santrinya untuk memberikan bantal, dan Gus Kelik tidak jadi minum air. Pada saat itu hari Ahad tanggal 31 Juli 2016, Gus Kelik merasakan sakit yang teramat pada bagian ginjalnya, dan dokter menyatakan bahwa ginjal Gus Kelik sudah tidak berfungsi untuk menghasilkan cairan. Namun setelah melakukan cuci darah, keesokan harinya kondisi Gus Kelik membaik, Gus Kelik sudah bisa tersenyum kembali, wajahnya sumringah dan bisa bercanda kembali bersama isteri dan Fadholi. Kondisi ini bertahan hingga hari Selasa, Gus Kelik masih bisa tersenyum, bercanda bersama tamu yang menjenguknya. Bahkan Gus Kelik masih bercandaan hingga pukul 21.00 WIB. Ketika itu sudah larut dan waktunya Gus Kelik istirahat, Bu Fauziah melihat seperti ada riak di tenggorokan Gus Kelik, sehingga beliau meminta Gus Kelik untuk berdehem. Setelah itu Gus Kelik agak mendingan merasa nyaman pada tenggorokannya. Namun selang beberapa waktu, Gus Kelik merasa tidak nyaman pada tenggorokannya lagi, dan Bu Fauziah berusaha mengeluarkan riak itu. Saat Isteri Gus Kelik berusaha mengeluarkan riak itu, raut muka Gus Kelik terlihat aneh karena beliau senyum-senyum terus. Tidak lama setelah itu Gus Kelik tertidur, dan riaknya itu masih terhenti di tenggorokannya. Perasaan Isteri Gus Kelik pada saat itu sudah tidak enak, karena pandangan mata Gus Kelik terlihat kabur. Karena rasa khawatir itu, langsung saja beliau memanggil perawat. Dan ternyata Gus Kelik telah wafat. Tidak ada yang paham ternyata berdehemnya Gus Kelik itu adalah nazak. Setelah berdehempun Gus Kelik masih bisa ngobrol dan memikirkan sound system untuk sholawatan rutinan malam kamis. Nazak yang sangat halus, dan tidak ada yang mengerti. Sungguh raut muka sumringah dihiasi senyuman mengantarkan Gus Kelik bertemu RabbNya. Selamat jalan Gus Kelik. Selamat berjumpa dengan kekasihNya.
Kini Bunga itu Telah Mati Namun Aromanya Tak kan Tergantikan. Sepeninggal Gus Kelik, duka mendalam meliputi seluruh keluarga Ali Maksum, jamaah bil Musthofa, dan masyarakat Krapyak. Satu lagi kekasih Allah dipanggil menghadapNya. Tidak ada penghormatan yang berarti selain mengantarkan jenazah Gus Kelik sampai ke peristirahatan terakhir. Semenjak kabar Gus Kelilk meninggal malam itu, pelayat dari berbagai daerah mulai memadati halaman Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak. Keluarga Gus Kelik pun tidak ada yang menyangka bahwa pelayat Gus Kelik sampai sebanyak itu, ribuan manusia hadir untuk mendoakan Gus Kelik sebagai kekasihNya, sebagai ahli surga. Karena bentuk kecintaan Gus Kelik dengan Sholawat, masyarakat melantunkan sholawat sepanjang mengantarkan Gus Kelik hingga peristirahatan yang terakhir. Aroma Gus Kelik akan selalu ada, Jamaah Bil Mushtofa akan tetap dilanjutkan, diistiqomahkan, diperjuangkan sebagai bentuk kecintaan jamaah kepada Gus Kelik Sang Kekasih Allah. Lahul Fatihah....
(sumber data: 1. Wawancara isteri Gus Kelik, 2. Wawancara adik kandung Gus Kelik, 3. Wawancara Pak Fadholi, tangan kanannya Gus Kelik, 4. Wawancara Ust.Izzun, jamaah yang pernah dekat dengan Gus Kelik, 5. Majalah Bangkit edisi September 2016, no-internet kecuali gambar) Testimoni : terima kasih sudah memberi kesempatan untuk sowan ke beberapa orang alim ulama,,, :D mugi2 berkah geh ... amin

Komentar